Selasa, 30 Agustus 2016

Anak SD

Alhamdulillah si Kakak Delisha udah umur 6 tahun minggu lalu. Semakin besar, semakin pinter, tapi juga semakin "menantang" buat kami. Sehat selalu ya anak sholihah...

Nah, si umur 6 ini sekarang udah kelas 1 SD. Sebenernya agak bikin galau juga sih, karena pas masuk SD umurnya belum genap 6, sekolah inceran syaratnya harus 6 tahun. Ditambah lagi, di akhir usia 5 tahun kami merasa Kakak agak susah dihadapi, muncul sikap2 yang cukup sering memancing emosi kami. Jadi kami ngerasa ragu tentang kesiapannya masuk SD. Tapi, masalahnya, anaknya udah ga mau kalau disuruh ngulang TK B lagi. Akhirnya kami memutuskan untuk mencoba cari SD yang kami rasa pas sama karakter Kakak.

Beberapa kali survey sekolah yang udah lama jadi inceran. Siapa tau ada yang cari referensi ya..
1. Al Fath,  Cirendeu.
Dari dulu selalu tertarik sama sekolah ini karena tampak modern tapi tetep islami. Pas kami dateng, bagian reception menerima dengan ramah, menjelaskan tentang alur pendaftaran dan biaya, kemudian mengajak kami keliling sekolah. Disana kami liat anak-anak belajar dengan menyenangkan, di kelas ada meja kursi, tapi ada karpet juga. Satu kelas 2 guru. Fasilitas sekolah lengkap banget, mulai kantin, lapangan olah raga, lab, sampai kolam renang (renang kegiatan intrakurikuler). Kelebihannya sudah menerapkan bilingual dan ada sertifikasi cambridge di beberapa level.
Tentang biaya, uang pangkal tahun ini 15juta, belum termasuk biaya tahunan. SPP 1,2 jt per bulan, tiap tahun ada kenaikan 200rb.
Entah kenapa, ternyata kami ga merasa klik dengan sekolah ini. Pun dengan Kakak, dia bilang sekolahnya bagus, tapi kok ga terlihat ketertarikan di matanya. Eum, salah satu yang bikin kami kurang sreg karena menurutku kurang menekankan karakter islaminya.

2. Al Hikmah, Cirendeu.
Sekolah ini cukup terkenal di sekitaran rumah sebagai SDIT yang "bagus" tapi biayanya terjangkau.Masalah biaya kami setuju banget, uang masuknya tahun ini 10juta, SPP 400ribu per bulan, jauh banget dibandingkan Al Fath. tapi, fasilitas yang dimiliki juga jauh berbeda. Sekolah ini ada di dalam komplek perumahan, yang mana lahannyapun ga terlalu luas. Seingetku cuma ada gedung sekolah 3 lantai dan lapangan olah raga yang cukup sempit. Kelebihannya ada masjid yang luas (entah ini masjid sekolah atau masjid komplek). Satu kelasnya 2 guru untuk kelas 1, tapi sekelasnya cukup banyak, kalau ga salah inget 30an anak.
Sempet jadi pilihan utama, tapi batal karena umur Delisha belum memenuhi syarat, dan pas survey juga kurang memuaskan kami.

3. Sekolah Alam Arrahman Kids, Cirendeu.
Sejak Delisha mau masuk TK, sebenernya sekolah ini sangat menarik perhatianku. Melihat Delisha yang dulu anak "alam" banget, nampaknya sekolah ini cocok dengan karakternya. Menjelang SD, kami kesana lagi untuk survey. Bangunannya sudah berbeda dari beberapa tahun lalu, karena sekarang sudah ada SD sampai kelas 3, jadi ada satu bagian yang dibangun menjadi ruang kelas untuk SD kelas 1-6. Yang bikin kami agak ragu, jumlah muridnya hanya sekitar 20 orang, padahal sudah angkatan ketiga. Pemiliknya yang menerima kunjungan kami mengatakan, mungkin konsep alam tidak mudah diterima orang tua. Hmm, betul juga sih.  Kelebihannya, kelas kecil dan anak-anak belajar dengan menyenangkan. Di luar itu, ada beberapa hal yang ternyata ga se-OK yang dibayangkan sebelumnya.
Soal biaya, uang pangkal sekitar 8 juta, uang tahunan 3,5 juta, SPP 400ribu per bulan.


4. Labschool FIP UMJ
Dapet rekomendasi dari Mak Olive kalau sekolah ini OK dan biayanya terjangkau juga. Akhirnya kami survey kesana, walaupun jaraknya cukup jauh dari rumah, dan lewat jalur macet. Sekolahnya ga terlalu luas, tapi bersih banget. Bangunannya bertingkat 3, ada lapangan olah raga, dan ada kebun dan kolam ikan (sekolah ini menerima penghargaan sekolah adiwiyata Banten). Disana kami disambut guru yang masih muda dan ramah (kayanya semua gurunya masih muda), menjelaskan semua yang kami butuhkan dengan jelas. Akhirnya, tertariklah sama sekolah ini. Setelah melalui diskusi sama pak suami, terutama masalah jauhnya jarak, akhirnya untuk meyakinkan kami datang ke acara open house-nya. Disitu kami membeli formulir pendaftaran seharga 200rb, walaupun si Kakak udah waiting list no.4. Tetapi, di tengah perjalanan menunggu jadwal observasi kami membatalkan keinginan menyekolahkan Kakak disana, pertimbangan terbesar adalah jauhnya jarak.
Ohiya, biayanya sangat terjangkau, uang pangkal sekitar 8 juta, SPP 400rb per bulan, tidak ada kenaikan sampai kelas 6.

5. SDI BC, Kedaung
Sekolah inilah yang akhirnya kami pilih. Namanya sengaja ga disebut lengkap. Jadi, setiap hari menuju ke stasiun, kami selalu melewati sekolah ini. Yang dulunya cuma ada TK dan PG, mulai tahun lalu dibuka SDnya. Awalnya kami ga tertarik karena baru berjalan setahun dan dari luar bangunan sekolahnya nampak seperti rumah biasa. Apa iya, layak sebagai sekolah?

Di tengah kegalauan karena belum nemu sekolah yang bener-bener pas, aku ngobrol sama Bunda Nay yang menyebut sekolah ini sebagai salah satu kandidat SD Nay. Dia meyakinkan kalau sekolah ini bagus, walaupun baru setahun. Salah satu yang bikin ragu juga, dengan biaya sekolah yang sama dengan sekolah2 yang sudah lama berdiri, takut ga sepadan dengan apa yang kami dapat.

Sampai suatu hari sengaja ijin dateng siang ke kantor, jemput Kakak sekolah dan ajak ke SDI BC ini. Salah satu guru menyambut kami dengan sangat ramah. Beliau bercerita banyak tentang sekolah ini, yang ternyata visi misinya cocok banget dengan visi misi kami sebagai orang tua. Beliau juga mengajak kami berkeliling sekolah yang memang masih berbentuk rumah, karena pembangunan gedungnya baru akan dimulai tahun depan. Tapi, walaupun bentuknya rumah, di belakang ada taman, lapangan olah raga, outdoor playground dan kebun sayur anak-anak. Ada juga lab komputer, science, musik, dan perpustakaan, walaupun semuanya "mini".

Di sana, Kakak melihat murid-murid sedang belajar di sentra balok dengan gembira. Bunda gurunya menjelaskan kalau disini menggunakan sistem sentra supaya ga kaget beralih dari TK ke SD. Di sentra balok ini terlihat mereka cuma main-main, padahal sebenarnya mereka belajar tentang bentuk, ukuran, berhitung, dan banyak lagi. Si Kakak tampak sangat tertarik. Bunda guru juga mempersilahkan Kakak mencoba sentra-sentra yang ada.

Pulang dari sana, perasaanku puas banget, inilah yang aku cari. Hal yang sama juga sepertinya dirasakan Kakak, matanya berbinar-binar dan dia langsung bilang mau sekolah disini. Setelah berdiskusi sama Ayah, akhirnya kami putuskan sekali lagi survey (Ayah ikutan kali ini) untuk meyakinkan. Dan hasilnya, Ayah juga langsung setuju, dan kami merasa mantap. Alhamdulillah.

Kenapa masalah SD aja serepot ini? Karena menurut kami, SD adalah masa-masa pembentukan karakter anak, jadi kami ga mau salah pilih. Kami mau akhlak jadi yang utama, akademik nomer sekian. Selain itu, kami menyesuaikan dengan karakter Kakak, yang ga terlalu nyaman di tempat yang terlalu ramai, yang selalu ingin diperhatikan, dan lain-lain. Jadi, menemukan sekolah kecil dengan 15 siswa di setiap kelas, guru-guru yang baik, yang sistem belajarnya menyenangkan, dan mengutamakan pembentukan karakter islami, kami seperti menemukan jodoh lagi. Semoga pilihan kami ini tepat, semoga kami bisa berpartner baik selama 6 tahun kedepan dalam mengasah, mengasih, dan mengasuh Kakak.

Setelah sebulan lebih sekolah, alhamdulillah Kakak nampak bahagia. Padahal sebelumnya, di TK Kakak males-malesan dan ga semangat di sekolah. Walaupun sekarang sekolahnya nampak cuma main-main ga seperti sekolah lain, tapi yang paling penting Kakak bahagia.Semangat terus ya Kak...




Selasa, 28 Juni 2016

Dafaira 1 Tahun




25 Juni 2015, hari dimana Allah menitipkan satu lagi amanah kepada kami.
25 Juni 2016, ga ada perayaan spesial.
Karena kebetulan pas weekend, jadi emang waktunya buka puasa di luar. Jadilah kita makan di D'Cakes by Dewi, toko kue kesayangan yang cupcakenya juara dan tempatnya instagramable.
Niat hati berangkat dari rumah jam setengah 5 biar bisa foto-foto cantik dulu. Kenyataannya? Jalanan macetnya kebangetan, pas adzan magrib baru sampai, padahal biasanya cuma 15 menit.
Setelah batalin puasa, niat hati mau foto (teteup). Kenyataannya? Kamera HP ayah ngadat, tinggalah kamera hp bunda yang kualitas rendah. Gapapa, yang penting ada foto.
Meja dan kursi udah ditata rapi dengan cupcake yang cantik, mari kita foto! Kenyataannya lagi? Anak-anak ga sabar mau nyomot kuenya. Kesimpulannya, acara foto-foto cantik gagal total! Yang penting mah teteup selamat ulang tahun aja ya, Defay!






Dafaira Ednanda Hafizha,
Alhamdulillah sudah satu tahun usiamu.
Semua doa baik kami panjatkan selalu untukmu.
Semoga Allah senantiasa melindungi setiap langkah yang kau tempuh.
Maafkan Ayah Bunda yang masih dalam tahap belajar menjadi orang tua yang baik hingga detik ini.
We love u soo much...


Rabu, 13 April 2016

Alhamdulillah

Di postingan terakhir, yang mana dibuat bulan Oktober 2015, diselipin doa semoga setelah itu akan rajin nulis lagi. Ternyata? Tetot... Berbulan-bulan blognya kosong. Alasannya sih, sekarang di kantor blogspot diblokir dan ga kebiasa ngeblog dari hape.

Lalu, ada suami ganteng yang ga bosen terus-terusan ngingetin tujuan nulis di blog. Baiklah... mari nulis di sore yang cerah ini.

Kabar kami semua alhamdulillah sehat, semua in track walaupun banyak kejadian yang membutuhkan penyesuaian, terutama terkait anak-anak. Pengasuh anak-anak yang ga dibolehin kerja lagi sama anaknya sejak Desember, diganti pengasuh baru yang penuh drama, yang akhirnya berdampak ke Dafaira harus dititip di daycare, lanjut pengasuh baru lagi yang drama juga tapi masih bisa diatasi.

Tapi di balik semua kejadian yang mengharuskan kami semua berjuang ekstra, alhamdulillah masih banyak banget hal yang harus disyukuri. Semua sehat, rejeki yang cukup, masih bisa makan enak, jalan-jalan, sesekali belanja-belanja, dan banyak lagi kebahagiaan yang kadang ga disadari. Jadi... let's say Alhamdulillah...


Rabu, 07 Oktober 2015

Life, Lately

Lagi-lagi ga nyentuh blog berbulan-bulan. Dan sekarang nulis karena udah berkali-kali diingetin suami, apa tujuannya ngeblog. Yes, buat bacaan kita (aku, suami, anak2) kelak. Sebagai pengingat betapa bahagianya (ada sedihnya sih, kadang) hidup kami tanpa harus membandingkan dengan kehidupan orang lain. Jadilah sekarang, sambil nunggu jam 5 sore, ngetik-ngetik dikit disini.

Sekarang udah bulan Oktober, yang berarti udah 9 bulan berlalu di tahun ini. Time sure flies. Kakak udah ulang tahun ke-5 bulan Agustus, Mas Dafi 2 tahun di September, dan si bayi montok udah 3 bulan. Oh iya, emak bapaknya udah 28 juga. Alhamdulillah semua sehat, yah, flu-flu dikit biasa lah ya. Kerjaan juga alhamdulillah lancar, walaupun sejak pindah bagian jadi kudu ada piket pagi dan udah beberapa kali juga pulang malem.

Sejak punya anak 3, pastilah semakin rempong. Alhamdulillah dijodohkan sama pengasuh yang Insyaallah baik, walaupun ada lah pasti kurang-kurangnya, tapi tutup mata aja selama anak-anak dijagain dengan baik.



Kakak sekarang udah TK B, udah ga harus diawasin full kaya ade2nya. Tapi, beberapa bulan belakangan sering muncul sikap bossy. Ga mau melakukan apa yang kita minta, tapi kekeuh maunya dia harus dituruti. PR banget buat kami, apalagi katanya di usia 6 sikap anak udah kebentuk jadi sifat yang akan susah banget diubah. 

Mas Dafi lagi dalam masa terrible two, kudu diawasin ekstra. Sering banget ngelakuin hal-hal yang mancing emosi kami, kaya sengaja numpahin air minum, mainan air di kran depan rumah, gigit si bayi. Kayanya dia emang iseng pengen tau reaksi kami kalo dia ngelakuin hal-hal itu. Belakangan ini kita udah ngajarin doa2 dan surat pendek ke Mas Dafi, dan ternyata dia cepet hafalnya. Tapi tetep aja iseng, suka dipleset2in doanya atau nyambung2in doa 1 ke doa lainnya.

Dafaira, si bayi yang hobi banget senyum ke semua orang. Sekarang lagi suka tengkurep bolak balik. Minum ASIP alhamdulillah lancar walaupun pake dot tapi ga bingung puting. Kalo ditinggal kerja habis 7 botol, sementara emaknya cuma menghasilkan 6 botol. Tekooor...

Sekian update singkatnya. Semoga besok2 semakin rajin nulis disini lagi... ^_^

Senin, 03 Agustus 2015

Cerita Kelahiran Dafaira

HPL menurut usg di trimester 1 tanggal 28 Juni 2015 dan aku udah cuti per 1 Juni.  Seminggu, dua minggu, tiga minggu di rumah belum ada tanda2 cinta dari dede bayi jadi aku bener2 manfaatin waktu buat Kakak&Mas Dafi. Sampai di minggu 38 kita masih jalan2 aja, pake nginep di Puncak segala padahal udah diwanti2 sama Ibu jangan jalan jauh2. Ga galau juga selama nunggu karena persiapan kami belum 100%. Rumah masih berantakan, bahkan baju-baju dan perlengkapan bayi baru dibeli di akhir minggu 38. Setelah perlengkapan dibeli baru kita siapin tas yang akan dibawa kalo sewaktu2 ada tanda cinta.

Senin (22/6) Ibu udah dateng, jadi nyuri waktu buat pacaran sm ayah sepulang kerja. Ngapain lagi kalo bukan... Makan enak! Jadi ceritanya nyogok dede bayi pake holycow, siapa tau abis itu mau lahir. Hehe... Tapi ternyata ngga berhasil.

Rabu (24/6) sore, ada flek coklat biarpun cuma setitik. Ok, ada tanda. Tapi ternyata sampe sore ga ada lagi, kontraksipun ga ada. Malemnya kita jalan2 pake motor berempat, cari tukang AC buat cuci dan tambah freon, abis itu makan mie ayam.

Kamis (25/6) bangun sahur, perut agak kenceng2, tapi ga mules. Pas ayah mau berangkat kerja masih kenceng2, aku bilang siap2 nanti ijin pulang kalo ternyata lanjut mules2nya. Ayah bilang ga usah kerja tapi aku suruh berangkat aja soalnya belum ada mules. Takutnya cuma kontraksi palsu. Akhirnya ayah berangkat, aku jalan ke tukang sayur. Pulangnya udah ada rasa mules tapi belum teratur dan jaraknya panjang-panjang.

Jam 10 an tukang AC dateng, padahal aku di kamar lagi asyik goyang inul sambil ngitungin jeda kontraksi. Jadinya nonton tv aja di depan, trus bilang ke Ibu kalo udah mulai mules. Ibu nyuruh aku makan, katanya ngapain puasa kan udah ada tanda2. Akhirnya makan nasi sop yang rasanya jadi enak banget, ga tau kenapa.

Jam 11 lewat kok mulesnya udah lumayan kuat, jaraknya juga udah 7 menitan, jadi aku whatsapp ayah biar cepet pulang aja. Ternyata ayahnya lagi di masjid, whatsappku baru dibaca  jam 1. Karena selesai shiftnya jam setengah 2, nanggung, aku bilang gpp lanjut aja sampe setengah 2.

Jam setengah 3 ayah sampe rumah, alhamdulillah siang2 ga macet jadi bisa ngebut. Akunya udah lemes duduk aja di tempat tidur. Langsung aku ganti baju, gantiin baju anak-anak, berangkat ke klinik. Tadinya aku pikir anak-anak di rumah aja, tapi ternyata ga tega ninggalin jadi diangkut semua anak2 plus utinya.

Jam 3 lewat sampe klinik kartika. Ternyata bidannya lagi nanganin pasien yang lagi proses melahirkan. Jadi aku harus nunggu bidan dari klinik bintaro dateng. Rasa mules udah mulai susah dikontrol, mana dafi minta sama aku mulu. Entah kenapa aku jadi ga pede, sempet kepikiran kalo ternyata masih bukaan kecil mau ILA aja. Akhirnya pas bidan dateng langsung di VT, alhamdulillah udah bukaan 5. Kabar kurang enaknya, karena ruang bersalinnya cuma 1 jd dokternya minta aku ke klinik bintaro aja. Jadilah dalam kondisi bukaan 5, kontraksi tiap 4 menit sekali kita pindah ke Bintaro Women anf Children Clinic.

Sampe BWCC jam 4an. Kontraksi rasanya ga putus2, jadinya aku udah kesulitan pas turun dari mobil. Baru jalan bentar kontraksi dateng lagi, jadi istirahat duduk dulu. Pas kontraksi reda jalan lagi. Masuk ruang bersalin, disuruh ganti baju pasien dulu, lalu VT lagi. Ternyata udah lengkap, pantesan aja rasanya kontraksi ga berhenti2. Aku udah bingung ngatur nafas. Makin bingung lagi karena aku nafas panjang kaya yang dipelajari aama bidan erie dulu, tapi bidan disini nyuruh tiup2, akhirnya malah berantakan banget nafasnya. Dokter kartika belum dateng, rasanya udah pengen ngeden,  tapi ga boleh. Sempet teriak juga pas rasanya udah ga tahan. Katanya kepala masih tinggi. Laaah, tapi bayinya yang dorong ini, gimana donk?

Akhirnya dorongan bayi udah ga bisa aku tahan, kepala bayi udah keliatan. Bidannya minta ijin nolong karena dokter kartika belum dateng. Alhamdulillah jam 16.33 dede bayi meluncur dengan lancar. Assalamulaikum dede bayi... Alhamdulillah, bersyukur banget proses kelahiran dede bayi dimudahkan walaupun selama hamil aku ngerasa ga maksimal memberdayakan diri.

Kali ini ga pake delayed clamping lama kaya Mas Dafi. Cuma sekitar 2 menit, bidannya minta ayah yang gunting. Lanjut IMD dan alhamdulillah dede bayi juga pinter bergerak2 cari sumber kehidupannya. Ga lama anak2 sama ibu masuk, Mas Dafi masih agak bingung pertama liat adeknya.

Setengah jam kemudian baru Dokter Kartika dateng, lahirin plasenta, cek ini itu dan alhamdulillah ga ada robekan jadi ga jahitan lagi. Sekitar 2 jam IMD dede bayi dibersihin, pake baju dan bedong lalu kita naik ke kamar perawatan. Jadilah malem itu kita tidur di kamar berenam karena anak-anak ga mau pulang. Rusuh karena Mas Dafi ga tidur-tidur, berisik dan lari2an di kamar. Fiuhhh... Walaupun rusuh tapi bahagiaaaaa sangat.

Alhamdulillah atas segala karunia-Mu Ya Allah... Berilah kami kemampuan untuk mendidik ketiga titipan-Mu...

Rabu, 29 Juli 2015

Hello World #3


Assalamualaikum semua...
Alhamdulillah Dede Bayi sudah diantar bunda melihat dunia secara normal pada Kamis, 25 Juni 2015 pukul 16.33 WIB di Bintaro Women and Children Clinic.
Berat  Dede bayi waktu lahir 3,8kg dan panjangnya 50cm.

Ayah dan Bunda memberi nama Dafaira Ednanda Hafizhah. Semoga Dede bayi menjadi anak yang sholihah, yang senantiasa membela kebenaran dan menjaga kesucian sebagaimana doa dalam namanya. Aamiin...

Jumat, 29 Mei 2015

Last Day Before Maternity Leave

Yayyy, hari terakhir ngantor. Sama kaya pas hamil Dafi, kali ini juga ambil cutinya bener2 sebulan sebelum HPL. Karena, semepet apapun cutinya tetep harus balik kantor 2 bulan setelah melahirkan. Rugi donk ya kalo ga dimanfaatkan yg 1 bulan sebelumnya...

Semalem kontrol dede bayi sekalian minta surat keterangan cuti. Alhamdulillah sehat, UK 35-36w, BBJ 2,7kg. Sehat terus ya dede bayi, sampai saatnya kita ketemu nanti. Semoga dilancarkan prosesnya oleh Allah SWT. Aamiin...

Beberapa hari belakangan sebenernya ada hal yang bikin galau (lagi). Entah kenapa tiba-tiba si Kakak jadi sering murung dan tiba-tiba nangis tanpa alasan yang jelas. Gue dapet laporan dari gurunya, tantenya, dan Bu Ida yang jagain anak-anak. Setelah gue ajak ngobrol, alasannya adalah "Kakak sedih liat temen-temen pada dianterin bundanya, kenapa Bunda ga bisa?" Doenk... Nangislah gue sejadi-jadinya. Dan seketika keinginan resignpun muncul lagi. Tapi, lagi-lagi setelah ngobrol panjang lebar sama suami, sepertinya tetep keputusan paling realistis saat ini adalah gue tetep kerja. Yang bisa gue lakuin saat ini cuma memanfaatkan waktu 3 bulan ini untuk bener-bener fokus sama anak-anak, dan semoga anak-anak bisa ngerti dengan keadaan yang menjadi pilihan kami ini.

Sebenernya gue takut banget, takut kalo suatu hari gue menemukan kenyataan kalo ternyata semuanya udah terlambat dan gue cuma bisa menyesal. Jadi beberapa hari ini gue ke kantor udah kaya zombie aja, asal dateng, ngerjain tugas sebisanya, padahal pikiran ke Kakak terus. Karena opsi resign tampak ga mungkin, gue berusaha mencari "pembenaran" dengan melihat ke ibu-ibu yang tetep bekerja sampai tua, dan anak mereka baik-baik aja. Tapi, tetep aja dilemanya ga ilang. Apa iya gue sanggup kaya mereka? Apa anak-anak gue bisa diperlakukan sama kaya anak-anak mereka?

Hiks, hari terakhir malah galau maksimal gini. Ya Allah, tunjukkanlah yang terbaik untukku, anak-anakku, suamiku, keluargaku.. Semoga 3 bulan ini semua berjalan lancar, lahiran lancar, dede bayi sehat, anak-anak sehat, dapet pengasuh yang baik. Aamiin...

Mari pulang..............